Al khansa adalah julukan seorang wanita yang bernama Tumazhir binti ‘Amru bin Syarid as-Sulami.
Lafadz Al Khansa’ diambil dari kata kha-na-sa (al-Khanas) artinya hidung yang pipih dan agak menungging ke atas. Jadi al-Khansa’ adalah julukan bagi wanita yang hidungnya seperti itu.
Al Khansa’ adalah wanita Arab yang jago bersyair. Para sejarawan sepakat bahwa sejarah tak pernah mengenal wanita yang lebih jago bersyair daripada al-Khansa’. Sebelum maupun sepeninggal dirinya.
Konon mulanya ia tidak pandai bersyair, ia hanya bisa melantunkan dua atau tiga bait saja, namun di zaman jahiliyah, tatkala saudara kandungnya yang bernama Mu’awiyah bin Amr As-Sulami terbunuh, ia meratapi kematiannya dalam beberapa bait syair yang kemudian disusul dengan kematian saudaranya seayah, Shakr bin Amr As Sulami.
Konon Al Khansa sangat mencintai saudaranya yang satu ini, karena ia amat penyabar, penyantun dan penuh perhatian terhadap keluarga, kematiannya menyebabkan dirinya sangat terpukul, lalu muncullah bakat bersyairnya yang selama ini terpendam, dan mulailah ia melantunkan bait demi bait, meratapi kematian saudaranya. Semenjak itu ia mulai banyak bersyair dan syairnya semakin indah.
Keislaman al Khansa’ dan kaumnya
Tatkala mendengar dakwah Islam, al Khansa’ datang bersama kaumnya Bani Sulaim menghadap Rasulullah dan menyatakan keislaman mereka. Para ahli sejarah menceritakan bahwa pernah suatu ketika Rasulullah  menyuruhnya melantunkan syair, kemudian karena kagum atas keindahan syairnya, beliau mnegatakan: “Ayo teruskan, tambah lagi syairnya, wahai Khansa!” sambil mengisyaratkan dengan telunjuk beliau.
Wasiat Al Khansa bagi keempat anaknya
Dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa al Khansa’ dan keempat putranya ikut serta dalam perang al Qadisiyyah. Menjelang malam pertama mereka di al Qadisyyah, al Khansa berwasiat kepada putra-putranya, “Wahai anak-anakku, kalian telah masuk Islam dan berhijrah dengan penuh kerelaan. Demi Allah U yang tiada ilah yang haq selain Dia! Kalian adalah putra dari laki-laki yang satu sebagaimana kalian juga putra dari wanita satu. Aku tak pernah mengkhianati ayah kalian, tak pernah mempermalukan paman kalian, tidak pernah mempermalukan nenek moyang kalian, dan tak pernah menyamarkan nasab kalian.

Kalian semua tahu betapa besar pahala yang Allah U siapkan bagi orang-orang beriman ketika berjihad melawan orang-orang kafir.Ketahuilah bahwa negeri akhirat yang kekal jauh lebih baik daripada negeri dunia yang fana. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung”. (Q.S Ali Imran:200)

Andaikata esok kalian masih diberi kesehatan oleh Allah U, maka perangilah musuh kalian dengan gagah berani, mintalah kemenangan atas musuhmu dari Ilahi. Apabila pertempuran mulai sengit dan api peperangan mulai menyala, terjunlah kalian ke jantung musuh, habisilah pemimpin mereka saat perang tengah berkecamuk, mudah-mudahan kalian meraih ghanimah dan kemuliaan di negeri yang kekal dan penuh kenikmatan.”
Kepahlawanan keempat  anaknya
Terdorong oleh nasihat ibunya, keempat putranya tampil dengan gagah berani. Mereka bangkit demi mewujudkan impian sang ibunda. Tatkala fajar menyingsing, majulah keempat putranya menuju kamp-kamp musuh. Sesaat kemudian, dengan pedang terhunus anak pertama memulai serangannya sambil bersyair,
Saudaraku, ingatlah pesan ibumu tatkala ia menasihatimu di waktu malam.
Nasihatnya sungguh jelas dan tegas, “Majulah dengan geram dan wajah seram”
Yang kalian hadapi nanti hanyalah anjing-anjing Sasan yang menggonggong geram.
Mereka telah yakin akan kehancurannya, maka pilihlah antara kehidupan yang tentram
Atau kematian yang penuh keberuntungan.
Ibarat anak panah, anak pertama melesat ketengah-tengah musuh dan berperang mati-matian hingga akhirnya gugur. Semoga Allah U merahmatinya. Berikutnya giliran yang kedua maju menyerang sambil melantunkan syair,
Ibunda adalah wanita yang hebat dan tabah,
pendapatnya sungguh tepat dan bijaksana.
Ia perintahkan kita dengan penuh bijaksana, sebagai nasehat yang tulus bagi putranya
Majulah tanpa pusingkan jumlah mereka dan raihlah kemenangan yang nyata.
Atau kematian yang sungguh mulia di jannatul Firdaus yang kekal selamanya.
Kemudian bertempur hingga titik darah penghabisan, menyusul saudaranya ke alam baka. Semoga Allah SWT merahmatinya. Lalu yang ketiga ambil bagian. Ia maju mengikuti jejak kedua saudaranya, seraya bersyair,
Demi Allah, takkan kudurhakai perintah ibu, perintah yang sarat dengan kasih sayang.
Sebagai kebaktian nan tulus dan kejujuran maka majulah dengan gagah ke medan perang.
Hingga pasukan kisra terpukul mundur
atau biarkan mereka tahu, bagaimana cara berjuang.
Janganlah mundur kerena itu tanda kelemahan
Raihlah kemenangan meski maut menghadang.
Kemudian ia terus bertempur hingga mati terbunuh. Semoga Allah U merahmatinya. Tibalah giliran anak terakhir yang menyerang. Ia maju seraya melantunkan,
Aku bukanlah anak si Khansa’ maupun Akhram tidak juga Umar atau leluhur yang mulia,
Jika aku tidak menghalau pasukan Ajam,
Melawan bahaya dan menyibak barisan tentara.
Demi kemenangan yang menanti, dan kejayaan atau kematian, di jalan yang lebih mulia.
Lalu ia pun bertempur habis-habisan hingga gugur. Semoga Allah U meridhainya berserta ketiga saudaranya. Tatakala berita gugurnya keempat anaknya tadi sampai ke telinga al Khansa’, Ia hanya tabah sembari mengatakan, “Segala puji bagi Allah SWT yang memuliakanku dengan kematian mereka. Aku berharap kepada-Nya agar mengumpulkanku bersama mereka dalam naungan rahmat-Nya.” (Ummu Khaulah)
 
Maraji :  Ibunda Para Ulama Sufyan bin Fuad Baswedan