Sebagai seorang muslim kita sepakat, bahwa kita harus mencintai negeri ini sebagaimana Rasulullah Salallahu alaihi wassalam juga mencintai kota Makkah dan Madinah begitu juga Rasulullah mencintai umatnya.
Tujuh belas Agustus 2015 yang lalu adalah hari yang berbeda bagi Albinaa. Semua dengan suasana baru, santri baru, cat gedung baru, dan semangat baru dengan melaksanakan apel gabungan peringatan Kemerdekaan RI ke-70 yang diikuti oleh hampir semua keluarga besar Albinaa: majelis mahad, dewan assatidz, seluruh karyawan, serta para santri (SD-SMA); semuanya tumplek di depan Kampus.
Pada apel gabungan tersebut Ustadz Aslam yang bertindak sebagai pembina apel gabungan menyampaikan tausyiahnya. Beliau berpesan bahwa kemerdekaan itu bukanlah hadiah yang diperoleh secara cuma-cuma, melainkan sebagai buah dari ikhtiar para pejuang kita, terutama para ulama, setelah karunia Allah tentunya. Mudir menuturkan bahwa keyakinan akan kebenaranlah yang mengalahkan ketakutan para pejuang, meski berbekal senjata bambu runcing, para kuffar penjajah harus angkat kaki.
Salah satu fakta atau bukti lain bahwa para ulama memiliki peran dominan dalam memperjuang kemerdekaan adalah ketika Pak Muhammad Natsir melakukan diplomasi ke banyak bangsa Arab dan beberapa bangsa lainnya tentang proklamasi yang sudah diikrarkan. Sehingga dapat diperoleh pengakuan secara defacto dan dejure.
Sebelum proklamasi, lebih dari tiga abad lamanya kita dijajah oleh Belanda. Gerak gerik dan aktivitas ibadah dibatasi. Menjadi bangsa jajahan dalam kurun waktu selama itu sedikitnya telah membentuk karakter bangsa. Karena sudah beberapa generasi secara turun temurun terbiasa diperintah atau disetir, bangsa terjajah biasanya cenderung reaktif, kurang mandiri, kurang kreatif, atau mungkin imperior. Mudir menuturkan bahwa hal tersebut harus dikikis.
Menurutnya, merdeka itu dapat memiliki banyak makna. Pertama, merdeka itu berarti meyakini dan mampu menjalankan kebenaran, seberat apapun halangannya. Kedua, merdeka itu adalah orang yang tidak menurutkan hawa nafsunya. Ketiga, merdeka itu ketika kita atau masyarakat mampu memunculkan rasa aman dan nyaman, tidak ada kehilangan, tidak ada ancaman, dan lainnya. Beliau berharap mudah-mudahan ke depannya kemerdekaan ini selalu diisi oleh orang muslim dan selalu dipimpin oleh orang muslim.
Di akhir apel gabungan, digelar lomba dan parade baris berbaris. Majelis mahad dengan dikomandoi oleh Ustaz Asep Dawami memulai kekompakan baris-berbaris yang disaksikan dengan takzim dan antusias oleh seluruh peserta; kemudian dewan assatidz dikomandoi oleh Ustadz Taufiq Alfarizi; Kemudian para karyawan dikomandoi oleh Mas Tri. Kemudian, di pagi yang mulai terik, seluruh siswa hampir dari seluruh angkatan memperagakan ekshibisi kekuatan baris-berbaris hampir memenuhi sepanjang selasar jalan depan kampus.
Hari itu adalah hari kompak, semua bergerak dalam kesamaan ritme gerak pada satu komando. Kita berharap kekompakan itu terjalin juga dalam konteks lain yang lebih nyata. Hal tersebut sepertinya sudah mulai ditunjukkan oleh majelis mahad dengan meningkatkan instruksi, pengarahan, serta pengawalan program-program penting. Mudah-mudahan kita dapat menerjemahkannya dan dapat menjalani kemerdekaan ini dengan baik. Wallahu alam.
Ditulis oleh: Ust. Saepul Anwar, S,Pd (Guru Bahasa Indonesia)