Alhamdulillah, dalam rangka menghadapi tahun pelajaran baru 2015-2016 di Pesantren Al Binaa, maka seluruh asaatidz dan karyawan yang menjadi tulang punggung pertama dalam menjaga amanah ummat yang tidak kurang dari 1.400 santri yang ada di Al Binaa dalam rangka tholabul ilmi. Maka secara dzohir kalau dirasakan bahwa amanah ini sangatlah berat ketika 1.400 santri ini dihadapkan dengan jumlah asaatidz dengan jumlah sekitar 150 orang, berarti tidak kurang dari 15 orang santri yang harus dipikul oleh setiap ustadz untuk mengemban amanah ini dengan kurun waktu yang cukup panjang yaitu selama 6 tahun mereka harus beradaptasi setiap hari dengan para ustadz, demikian hal ini disampaikan oleh Mudirul Ma’had Ustadz Aslam Muhsin Abidin, Lc dalam Tausyiyah yang relatif singkat ba’da sholat isya Senin, 11 Syawwal 1436 bertepatan 27 Juli 2016.
Sekali lagi rasa tanggung jawab ini cukuplah amat berat, karena seluruh hidup dan kegiatan  santri setiap harinya berinteraksi dengan yang paling dekat yaitu para ustadz dan karyawan selama mereka dalam proses mencari ilmu minimal 6 tahun mereka di Al Binaa. Lantas siapa lagi yang mereka akan jadikan tauladan dan figur kecuali yang paling dekat dengan mereka. Makanya Pimpinan Pesantren Ustadz Aslam Muhisn Abidin, Lc menyampaikan dengan bahasa yang cukup sederhana, bahwa birunya santri adalah biru ustadznya, merahnya para santri adalah menandakan merah para ustadznya, hijaunya santri menunjukkan bahwa hijau para ustadznya, baik dan sholehnya para santri akan berhubungan dengan baik dan sholehnya para ustadznya, begitupun sebaliknya nakal dan tidak disiplinnya para santri berarti ada sesuatu yang tidak beres dengan perilaku dari para ustadznya yang dianggap saat itu bahwa mereka adalah yang terdekat dengan para ustadznya.
Maka, memang betul apa yang diemban oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam dakwah kepada kaumnya, bahwa beliau mengemban amanah Rasul ini sungguh sangat berat dan hebat  dengan resiko dan tantangannya yang sungguh luar biasa, itulah kalau dilihat dari sisi Basyariyahnya bahwa beliau adalah sebagai manusia yang tidak ada bedanya dengan yang lain. Maka dari sini Allah memberikan suatu keteguhan untuk menyokong dan memberikan keetegaran dalam dakwahnya. Bagaimana Allah Jalla wa ‘Ala membangunkan semangat Kerasulan dan Kenabian ini sebagaimana Allah Jalla wa ‘Ala firmankan dalam surat Al-Muzammil:
يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ ﴿١ قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا ﴿٢ نِّصْفَهُ أَوِ انقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا ﴿٣ أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا ﴿٤ إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا ﴿٥ إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلًا﴿٦ إِنَّ لَكَ فِي النَّهَارِ سَبْحًا طَوِيلًا ﴿٧ وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ وَتَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيلًا ﴿٨

Artinya: Hai orang yang berselimut (Muhammad), (1)bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (2) (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. (3) atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan. (4) Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat. (5)Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu’) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. (6) Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak). (7)Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan. (8)
Dalam Ayat ke-dua dan ke-tiga, Allah Jalla wa ‘Ala menyuruh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alahi wasallam untuk bangun di tengah malam. Dan ternyata di waktu malam ini Allah Jalla wa ‘Ala akan memberikan sesuatu yang amat luar biasa dari jalan-jalan kebaikan yang menurut hukum manusia dirasakan amat sulit dan berat, maka dengan bangun malam ini justru sesuatu yang dihadapi oleh manusia ternyata akan sebaliknya bisa menjadi mudah dan dirasakan ringat dalam menghadapi fenomena dan mensikapi problematikan kehidiupan dalam berdakwah. Bagaimana sikap Rasulullah dalam menghadapi resiko berdakwah dengan para musuhnya orang-orang kafir Quraisy dan sekutunya, maka Allah Jalla wa ‘Ala senantiasa memberikan bimbingan dan arahan melalui risalah wahyu.
Begitu juga bagaimana dengan Ibunda Maryam ‘Alaihassalaam. Beliau makanya disebut dengan Al-Bathuul (ahli ibadah), karena semasa hidupnya kebanyak waktu yang beliau pergunakan adalah hanya untuk beribadah kepada Allah Jalla wa ‘Ala yaitu dengan berdiam di Mihrab.
Maka dalam pesan yang terakhir yang disampaikan Pimpinan Pesantren Ustadz Aslam Muhsin Abidin, Lc, seharusnya sudah menjadi kesepakatan bahwa para asaatidz harus menjadi terdepan dalam hal kebaikan selama di Al Binaa ini. Misalkan dalam bangun malam (sholat tahjjud) para asaatidz harus lebih sering daripada para santrinya, dalam membaca al-Qur’an para asaatidz harus lebih banyak membacanya daripada santrinya, Berdzikir kepada Allah Jala wa ‘Ala para asaatidz harus lebih banyak daripada para santrinya, Kehadiran berjama’ah di Masjid para asaartidz harus menjadi yang pertama datang ke Masjid dibandingkan dengan para santrinya, pokoknya dalam semua hal kebaikan. Maka dari sana in sya Alah, Allah Jala wa ‘Ala akan membukakan pintu – pintu kebaikan kepada Al Binaa.
Semoga tausyiyah yang singkat ini menjadi pelajaran berharga untuk para asaatidz dan para santri semuanya, juga para orang tua santri agar tetap senantiasa memberikan dukungan penuh kepada para putra-putrinya untuk senantiasa mengikhlaskan niatnya karena Allah dalam rangka mencari ilmu-ilmu agama dan umum selama di Al Binaa.
(Ditulis oleh Majlis Ma’had Al Binaa)